Minggu, 04 Desember 2011

Ontologi



PENDAHULUAN


A.   Pengantar
Pada zaman Yunani kuno, ilmu dengan filsafat sukar dipisahkan. Pembuktian empirik kurang mendapat perhatian da metode ilmiah tampaknya belum berkembang. Filsafat merupkan Mother of science (induk semua ilmu pengetahuan), sedangkan Ontologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang berasal dari kata Yunani yang tersusun dari kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Dalam Pembahasan ini akan dikemukakan beberapa hal tentang Ontologi yang merupakan bagian dari metafisika yang mempersoalkan hal-hal yang berkenaan dengan segalah sesuatu yang ada atau the existence khususnya esistensinya. Menurut Aristoteles, Ontologi merupakan The First philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Karena Ontologi mempersoalkan hanya tentang benda, tidak Tuhan yang mempersoalkan tentang Tuhan adalah teologi demikian menurut salah satu pendapat.
Jawaban tentang persoalan Ontologi setidaknya ada empat sehingga menimbulkan empat aliran yaitu aliran Dualisme (berpendapat bahwa subtansi realitas itu ada dua). Aliran Monoisme (berpendapat bahwa subtansi dasar realitas itu hanya satu), dan yang satu itu meteri, aliran yang berpendapat demikian bernama materialisme, kalau satu justru idea maka aliran yang berpendapat demiakan adalah aliran idealisme (kenyataan yang bersifat rohani), dan Naturalisme (pandangan tentang alam semesta.
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Ontologi
Salah satu cabang dalam filsafat, adalah ontologis. Cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan? Istilah Ontologi baru muncul pada pertengahan abad 17, yang pada saat itu juga muncul istilah philosophia entis atau filsafat mengenai yang ada. Namun sebagai pencarian jawaban menganai hakikat asal alam semesta, telah dipercakapkan sebelumnya oleh para filosof awal Yunani. Paling tidak, Thales, Anaximander dan Anaximenes yang berasal dari Miletus tercatat sebagai filosof yang berbicara mengenai hakikat segala sesuatu melalui usahanya untuk menjawab sumber segala sesuatu. Pembicaraan itu kemudian berlanjut hingga para fiosof Athena sampai kepada Aristoteles. Sebagian filosof sesudahnya menempatkan pembahasan masalah Ontologi sebagai pembahasan metafisika.
Ontologi, sebagai sebuah istilah berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau studi tentang). Dalam bahasa Inggris kata ini diserap menjadi Ontology dengan pengertian sebagai studi atau ilmu mengenai yang ada atau berada. Dalam kamus Filsafat Lorens Bagus terdapat beberapa Pengertian Ontologi antara lain: Study tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berbeda dari satu study tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari Yang Ada dalam bentuknya yang sangat abstrak studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti: “Apa itu Ada dalam dirinya sendiri? “Apa hakikat Ada sebagai Ada?
Cabang filsafat yang menggeluti tata cara dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/menjadi, aktualitas/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencukupi diri sendiri, hal-hal terlahir, dasar. Cabang filsafat yang mencoba:
1.    Melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna).
2.    Menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya.
3.    Menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.
Objek kajian ilmu itu sendiri sesungguhnya dapat dibagi menjadi:
Objek materil: pembicaraan mengenai apa yang menjadi objek penyelidikan sehingga melahirkan ilmu mengenai objek tersebut.  Objek Formal: pembicaraan mengenai bagaimana pendekatan yang digunakan terhadap suatu objek ilmu. 
Jadi Ontologi (dalam filsafat ilmu) adalah cara pandang mengenai objek materi suatu ilmu, pembicaraan mengenai hakikat objek materi ilmu. Atau dengan kata lain penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu).

B.   Pandangan (Filosof  Barat) tentang Ontologi
Dalam relevansinya dengan pembahasan filsafat pengetahuan, khususnya melalui filsafat Barat, sebenarnya pembahasan masalah Ontologi berpusat pada keinginan untuk menjawab pertanyaan “Apa sesungguhnya yang dimaksud sebagai kenyataan (reality)”?. Dalam filsafat, pertanyaan tersebut merupakan masalah yang ditemukan beragam jawaban filsafatinya sesuai dengan keragaman “corak” sistem kefilsafatan yang mendasarinya. Oleh karena itu, dengan membatasi diri pada corak kefilsafatan Barat, dari mana filsafat Barat melandaskan diri untuk menemukan bentuknya dewasa ini, akan dikemukakan secara singkat pandangan-pandangannya mengenai realitas.


1. Naturalisme
Naturalisme adalah sebuah aliran filsafat yang secara harfiah mengandung arti sebagai faham serba alam. Secara sederhana, menurut naturalisme, kenyataan pada hakikatnya bersifat kealaman, yang kategori pokoknya adalah kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu. Apapun yang nyata pasti termasuk dalam kategori alam. Sesuatu yang dapat dikategorikan demikian itu, dapat “dijumpai” dan dapat dipelajari oleh manusia, dengan cara-cara sebagaimana dikenal dewasa ini dengan metode ilmiah.
Dengan demikian pandangan Ontologis naturalisme mengenai kenyataan ialah apa saja yang bersifat alam, yakni segala yang berada dalam ruang dan waktu. Akibat dari pandangan ini adalah: (1) segala sesuatu yang dianggap ada, namun di luar ruang dan waktu, tidak mungkin merupakan kenyataan, (2) segala sesuatu yang tidak mungkin dipahami melalui metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman, tidak mungkin merupakan kenyataan.
2. Materialisme
Hakikat kenyataan adalah materi. Demikian doktrin pandangan filsafat materialisme. Doktrin tersebut didasarkan pada argument filosofis bahwa segala sesuatu yang hendak dikatakan nyata (1) pada hakekatnya berawal dari materi, atau (2) terjadi karena gejala-gejala yang bersangkutan dengan materi. Karena itu, materialisme menyatakan bahwa tidak ada entitas nonmaterial dan kenyataan supranatural. Pikiran dan aksi mental lain yang oleh kebanyakan orang dianggap tidak bersubstansi material, pada dasarnya adalah perwujudan dari gejala-gejala yang bersangkut paut dengan materi.
Materialisme menolak hal – hal yang tidak kelihatan. Baginya, yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama sekali tergantung pada material. Jadi realitas yang sesungguhnya adalah lambang kebendaan dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistic.
3. Idealisme
Bertolak belakang dengan materialisme dan naturalisme, idealisme merupakan satu corak kefilsafatan yang berpandangan bahwa hakikat terdalam dari kenyataan tidaklah bersifat materi, melainkan bersifat rohani dan spiritual (kejiwaan). Karena itu istilah idealisme terkadang dikenal juga dengan istilah immaterialisme atau mentalisme.
George Barkeley yang dianggap sebagai bapak idealisme modern memadatkan inti idealisme dalam ungkapannya “Esse est Percipi” (untuk ada, berarti mengetahui atau diketahui). Sesuatu tidak mungkin dinyatakan ada selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui. Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan inderawi. Dengan demikian kita harus percaya adanya jiwa dan gagasan-gagasan itu. Segala sesuatu yang berada di luar lingkup pengetahuan, yaitu segala sesuatu yang objektif, tidak ada karena tidak diketahui.
4. Hilomorfisme
Hilomorfisme merupakan istilah yang dalam bahasa yunani merupakan bentukan dari dua kata yaitu hyle (materi) dan morphe (bentuk, rupa). Hilomorfisme meletakkan pandangannya dengan doktrin bahwa tidak satupun hal yang bersifat fisis yang bukan merupakan kesatuan dari esensi dan eksistensi. Artinya ia selalu memiliki sifat fisis dan hakikat tertentu. Eksistensi dapat dipersepsi secara inderawi dan esensi dapat dipahami secara akali. Misalnya sebuah kursi (sebagai suatu yang bereksistensi). Meja itu adalah sesuatu yang ada. Berada dalam kenyataan, dan menapak dalam ruang dan waktu. Karena itu ia bereksistensi dan potensial dipersepsi secara inderawi. Apa seesungguhnya hakikatnya sebagai sesuatu yang bereksistensi?. Tidak lain adalah Meja. Ke-meja-an adalah esensi dari meja itu dan merupakan keapaan (whatness) meja yang dapat dipahami secara akali. Dalam hal ini, upaya memahami keberadaan (isness) meja yang bereksistensi tidak dapat dipahami tanpa adanya dirinya dengan keapaan (whatness) sebagai meja.

5. Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang secara radikal beranjak dan ketidak percayaan terhadap pandangan-pandangan dan pembicaraan-pembicaraan metafisis yang dilakukan oleh aliran filsafat sebelumnya. karena itu, para penganutnya menyatakan bahwa positivisme adalah suatu filsafat non metafisik. Dalam pandangan positivisme, pertanyaan-pertanyaan metafisis sama sekali tidak mengandung makna, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak ada gunanya. Pada dasarnya, satu-satunya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui kenyataan adalah apa yang disebut sebagai keadaan yang dapat diverifikasi (criterion of veribality). Misalnya, pernyataan metafisis yang mengatakan bahwa “ada substansi terdalam dari segenap hal yang nampak”, jelas adalah pernyataan yang tidak ada gunanya karena tidak bermakna, karena tak satupun pengamatan inderawi yang bisa dilakukan untuk mengambil keputusan terhadap kebenaran pernyataan tersebut, dan karenanya ia tak bisa dipertanggungjawabkan.
Implikasi Pandangan Ontologis Pada Filsafat Barat. Betapapun di atas telah ditunjukkan bahwa terdapat beberapa pandangan filsafati yang secara berbeda berbicara mengenai hakikat kenyataan, namun dalam filsafat Barat secara bersama ia menunjukkan cara pandang mengenai obyek materi ilmu dengan karakteristik :
a.    Memandang obyek materi ilmu tidak dalam kerangka pandangan adanya pencipta yang memandang segala sesuatu selain pencipta adalah ciptaan.
b.    Memandang sesuatu sebagai suatu obyek materi ilmu sejauh ia berada dalam jangkauan indra dan/atau rasio manusia untuk bisa memahaminya, dan pemahaman atasnya merupakan fungsi dari indra dan/atau rasio itu.
c.    Memandang keberadaan obyek materi ilmu hanya dalam rangka ruang dan waktu dunia belaka.
d.    Memandang obyek materi ilmu diatur oleh hukum-hukum keberadaan, namun tidak mempersoalkan asal hukum-hukum keberadaan itu. 
C. Ilmu Pengetahuan Ditinjau dari Ontologi
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dimana awal mula alam pikiran orang Yunani telah menunjukkan perenungan dibidang Ontologi seperti yang kita kenal “Thales” atas perenungan terhadap air yang merupakan subtansi terhadap asal mula dari segala sesuatu. Asalnya air dapat di amati dari beberapa bentuknya. Air dapat menjadi benda halus berbentuk uap, ia juga dapat menjadi cair bahkan dapat menjadi benda keras berupa es, Secara totalitas air dapat dijadikan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup, hewan, tumbuh-tumbuhan maupun manusia. Para filosof selalu mencari apa yang pertama yang ada dibelakang yang ada dan bersifat hakikih atau dasar yang dibelakang segala yang ada.
Berpijak dari alasan Thales, Ontologi merupakan cabang filsafat yang mendeskripsikan hakekat wujud. Di mana ilmu pengetahuan dari segi Ontologi selalu mengkaji yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Dari fenomena yang terjadi disekitarnya manusia melakukan berbagai aktifitas untuk mengetahui apa sebenarnya di balik apa yang diraba oleh pancaindranya, sebab ilmu hanya mengkaji ada bagian yang bersifat empiris yang dapat diuji oleh pancaindra manusia.
Ontologi merupakan kawasan ilmu yang tidak bersifat otonom, Ontologi merupan sarana ilmiah yang menemukan jalan untuk menagani masalah secara ilmiah. Oleh karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah tentang obyek materi dari ilmu pengetahuan itu adalah hal-hal atau benda-benda yang empiris.
Adapun dalam pemahaman Ontologi dapat dikemukakan dengan Pandangan Pokok Pikiran sebagai berikut:
1.    Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa meteri atupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi kedalam dua aliran.
a.    Meterialisme, aliran ini menggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani, aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
b.    Idealisme, Sebagai lawan materialisme adalah aliran idialisme yang dinamakan dengan spritualisme. Idialisme berarti serba cita, sedang spritulisme berarti ruh.
2.    Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam hakikat sebgai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Pendapat ini mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1770).
3.    Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui semua macam bentuk itu adalah semua nyata. pluralisme dalam Dictionory of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang mnyatakan bahwa keyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxa goros dan Empedocles yang menyatakan bahwa subtansi yang ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
4.    Nihilisme
Nihilisme bersal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui viliditas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Tuegeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novelnya itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilisme. Tokoh aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844. 1900 M) dilahirkan di Rocken di Prusia, dari kelurga pendeta dalam pandangannya bahwa “ Allah sudah mati” Allah kristiani dengan segalah perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi.
5.    Agnosticisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme berasal dari bahsa Grik Agnostos yang berarti unknown. artinya not artinya know. Timbulnya aliran ini karena belum dapatnya orang menegnal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdidri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini menyagkal adanya kenyataan mutlak yang bersifat transcendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaan, Hiedegger, Setre dan Jaspers. yang dikenal sebagai julukan bapak filsafat.
 

D.   Objek Materi dan formal Ilmu Pengetahuan Menurut Filsafat Barat
1.    Obyek Materi
Dengan karakteristik pandangan Ontologis sebagaimana dikemukakan di atas, filsafat Barat akhirnya memandang bahwa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge atau science atau ilmu) adalah pengetahuan mengenai obyek-obyek materi yang dapat dijangkau oleh indra lahiriah dan/atau pemahaman rasional manusia dianggap di luar wilayah obyek materi ilmu. Bahkan secara sempit, diantara filsuf science dan scientist ada yang hanya mengakui keberadaan obyek-obyek inderawi sebagai obyek materi ilmu, dengan implikasi bahwa yang disebut pengetahuan ilmiah (science) hanyalah pengetahuan mengenai obyek-obyek tersebut yang telah diperoleh melalui metode ilmiah ilmu-ilmu kealaman. Padangan demikian itu, terutama ditunjukkan oleh penganut empirisme, positivisme, naturalisme materialisme.
Dalam menegaskan wilayah obyek materi ilmu Jujun S. Suriasumantri (1990) menyatakan bahwa yang menjadi karakteristik obyek Ontologis ilmu, yang membedakannya sebagai pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan lain, ialah bahwa ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengamalan manusia. Untuk lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan pernyataan tersebut, Suriasumantri mengajukan sebuah pernyataan “apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka?” yang kemudian dijawabnya sendiri, “tidak; sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman kita.
2.    Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.








PENUTUP

A.   Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut:
1.    Ontologi adalah cara pandang mengenai objek materi suatu ilmu, pembicaraan mengenai hakikat objek materi ilmu. Atau dengan kata lain penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu).
2.    Aliran-aliran omtologi adalah sebagai berikut: a). Naturalisme, b). Materialisme, c) Idealisme, d). Hilomorvisme, e). Positivisme, selanjutnya, Monoisme, Nihilisme, Dualisme, Agnoticisme
3.    Ada 2  (dua) objek ontologi yaitu, objek formal dan materil








DAFTAR PUSTAKA

Amsal, Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006
Munawarah, Djunaidatul, Filsafat Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003
Saifuddin, Endang, Ilmu Filsafat, Jakarta: PT Bina Bangsa, 1991
Semiawan, Conny. R, Spirit dalam Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Indeks, 2010
Suriasumantri, Jujun. S, Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005

1 komentar:

  1. CASINO | MOHEGAN SPRINGS - JAMUARY 18 2021
    CASINO. 제주도 출장샵 Casino 경산 출장샵 at MOHEGAN SPRINGS. CASINO INFORMATION. 인천광역 출장마사지 CASINO 김천 출장마사지 INFORMATION. J. TICKET. PLAYING HOURS. GAME 포항 출장마사지 ONLINE GAMES. J.T. GAMBLING. GAMES

    BalasHapus