Minggu, 04 Desember 2011

Afective Domain


BENJAMIN  S. BLOOM AND ANDERSEN
(Afective Domain)

A.   Pendahuluan
Istilah Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1.    Cognitive Domain, (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilanberpikir.
2.    Affective Domain, (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaandan emosi, seperti minat,sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3.    Psychomotor Domain, (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspekketerampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikanmesin.
Dalam resume ini penulis akan menuliskan domai afektif yang diproklamirkan oleh Benjamin S Bloom yang diadopsi dalam sistem pendidikan Nasional.

B.   Hakekat Ranah Afektif
Menurut Benjamin S. Bloom Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Misalnya; perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, penghargaan, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ranah afektif juga berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menekankan pada perasaan, emosi seperti minat, apresiasi sikap dan penyesuain diri. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar; (a) Receiving atau menerima (b) Responding/ menanggapi. (c) Valuing/ penilaian. (d) Organization/ Organisasi. (e) Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai.

C.   Tingkatan Belajar Afektif
Tingkatanranah afektif  memiliki level sebagai berikut :
1.    Tingkat Receiving
Receiving atau menerima adalah kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving  juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu  objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Pada tingkat receiving, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2.    Tingkat Responding
Responding atau menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.  Misalnya  senang   membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3.    Tingkat Valuing
Valuing atau penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4.    Organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5.    Characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada  waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang  mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.


D.   Pembelajaran Afektif
Pengembangan proses belajar mengajar dinegara kita merujuk pada gagasan/ ide dari seorang pakar pendidikan yaitu Benyamin Bloom, yang menurut Bloom (1976), hasil belajar mencakup : Prestasi belajar (kognitif), Kecepatan belajar (Psikomotorik), dan Hasil afektif. Oleh karena itu guru harus dapat menilai ketiga ranah ini dengan baik.  Andersen (1981) juga sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari : Berpikir (kognitif), Berbuat (psikomotorik), Perasaan (afektif)
Ranah afektif yang dimaksud Andersen mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
Sebenarnya keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
E.   Hasil Belajar Afektif
Menurut Andersons(1981),beberapa macam hasil belajar afektif yang relevan dalam setting sekolah terdiri dari ;
1.   Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya  sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya  biologi, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran biologi  dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.  Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2.   Interest ( minat )
Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. 
3.   Motivation (motivasi)
            Motivasi adalah gejala psikologis yang ada dalam diri seseorang dan selalu mendorong orang untuk melakukan suatu aktivitas. Motivasi merupakan faktor pendorong munculnya perilaku manusia, karena manusia memiliki banyak kebutuhan dimana manusia berusaha untuk selalu memenuhi segala kebutuhan tersebut. Dengan adanya motivasi pada diri seseorang maka akan mendorong orang itu untuk berusaha mewujudkan suatu perlaku dalam rangka pemenuhan keinginan atau pencapaian tujuan tertentu
4.   Value ( nilai )
Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya  satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5.   Academic self-concept ( konsep diri )
Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.  Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi  konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
F.    Prinsip Dasar Menilai Ranah Afektif
Setidaknya ada beberapa cara yang dipakai untuk dapat menilai ranah afektif peserta didik, yaitu :
1.    Pengamatan langsung di lapangan (di dalam kelas) oleh guru.
2.    Melalui angket atau kuesioner yang dibagikan kepada peserta didik.
3.    Melakukan wawancara langsung dengan peserta didik.
4.    Melalui informasi dari rekan guru atau dari BK (Bimbingan Konseling) di Sekolah
5.    Melalui kunjungan ke rumah peserta didik
Penilaian  afektif sangat penting dilakukan karena dua alasan sebagai berikut:
1.    Aspek afektif sebagai suatu hasil pengajaran
2.    Aspek afektif berkaitan dengan Prestasi
Penilaian afektif agar menjadi penilaian yang berkualitas harus memperhatikan hal-hal berikut:
1.    Mulai dengan suatu visi yang jelas dari hasil belajar afektif yang akan dinilai
2.    Menyusun tujuan yang jelas
3.    Menggunakan metode yang baik
4.    Sampel yang tepat
5.    Mengendalikan gangguan luar.

3.  Langkah-langkah Menilai Hasil Belajar Afektif
1.  Kriteria
a.     Intensitas perilaku
b.     Arah perilaku
c.     Target perilaku
2.  Langkah Pengembangan Instrumen
a.   Menentukan spesifikasi instrument
Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.




b.  Menulis instrumen
Tabel Kisi-kisi Intrumen Afektif (Motivasi Berprestasi Siswa)
NO
INDIKATOR
JUMLAH BUTIR
PERTANYAAN
/PERNYATAAN
SKALA
1
Berusaha Unggul



2
Menyukai tantangan



3
Rasional dalam meraih keberhasilan




c.   Menentukan skala instrument
Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik
Skala Likert : Sikap Terhadap Pelajaran Matematika
No
Pernyataan
Skala

5
4   



1
Pelajaran Matematika bermanfaat


2
Pelajaran Matematika sulit


3
Tidak semua harus belajar Matematika


4
Pelajaran Matematika harus dibuat mudah



Pada tahun 1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasannya berupa taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam bentuk system klasifikasi hirarki ini dimaksudkan untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri siswa sebagai hasil buah pembelajaran. Bloom dalam taksonominya, yang selanjutnya disebut Taksonomi Bloom. Bloom dan Krathwohl menggunakan 4 prinsip-prinsip dasar dalam merumuskan taksonomi, antara lain:
  1. Prinsip metodologi,  Perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar.
  2. Prinsip psikologis, Taksonomi hendaknya konsisten fenomena kejiwaan yang ada sekarang.
  3. Prinsip Logis, Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
  4. Prinsip tujuan, Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai.
Taksonomi Bloom merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D Engelhart, E Frust, W.H. Hill dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan :



  1. Kategori tingkah laku yang masih verbal
  2. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan
  3. Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar